Bunga yang kuncup suatu saat akan mekar. Seindah apapun bunga itu, jika sudah mekar suatu saat akan gugur juga. Tak peduli berapa lama. Begitu pula manusia. Kita yang selama ini 'terbangun' suatu saat akan 'tidur' juga. Melepas semua kelelahan yang dialama seharian beraktivitas. Tidur itu mempertemukan kita ke pada-Nya. Kematian namanya.
Kematian dikemukakan
oleh Al-Quran dalam
konteks
menguraikan
nikmat-nikmat-Nya kepada manusia. Dalam surat
Al-Baqarah (2): 28 Allah mempertanyakan kepada
orang-orang
kafir.
"Bagaimana
kamu mengingkari (Allah) sedang kamu
tadinya mati,
kemudian dihidupkan (oleh-Nya),
kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali, kemudian
kamu dikembalikan kepada-Nya."
Nikmat yang diakibatkan
oleh kematian, bukan
saja dalam
kehidupan ukhrawi nanti,
tetapi juga dalam
kehidupan
duniawi, karena tidak dapat
dibayangkan bagaimana keadaan
dunia kita yang terbatas arealnya ini, jika seandainya semua
manusia hidup terus-menerus tanpa mengalami kematian.
Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil sama
sekali bagi
makhluk manusia yang
mengalami perkembangan jutaan tahun,
untuk
dilemparkan begitu saja
bagai barang yang
tidak
berharga. Tetapi itu
baru dapat terlaksana apabila ia mampu
menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu
dengan jalan
menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan
jalan amal saleh. Bukankah Al-Quran menegaskan bahwa,
"Mahasuci
Allah Yang di dalam genggaman
kekuasaan-Nya
seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa
atas segala
sesuatu. Yang menciptakan mati dan
hidup untuk
menguji kamu siapakah di antara kamu
yang paling baik
amalnya, dan sesungguhnya Dia
Mahamulia lagi
Maha Pengampun" (QS Al-Mulk [67]:
1-2).1
Demikian
terlihat bahwa kematian
dalam pandangan Islam
bukanlah sesuatu yang
buruk, karena di samping
mendorong
manusia untuk
meningkatkan pengabdiannya dalam
kehidupan
dunia ini, ia
juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki
kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.
KEMATIAN HANYA KETIADAAN HIDUP DI DUNIA
Ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian
bukanlah
ketiadaan hidup secara
mutlak, tetapi ia adalah
ketiadaan hidup di dunia,
dalam arti bahwa
manusia yang
meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan
dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya.
"Janganlah
kamu menduga bahwa orang-orang yang
gugur di jalan
Allah itu mati, tetapi mereka itu
hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezeki" (QS
Ali-'Imran [3]:
169).
"Janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang
yang meninggal di
jalan Allah bahwa 'mereka itu
telah mati,'
sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu
tidak
menyadarinya" (QS Al-Baqarah [2]: 154).
Imam Bukhari meriwayatkan melalui sahabat Nabi Al-Bara' bin
Azib, bahwa Rasulullah Saw., bersabda ketika putra
beliau,
Ibrahim, meninggal dunia, "Sesungguhnya untuk dia (Ibrahim)
ada seseorang yang menyusukannya di surga."
Demikian beberapa teks keagamaan yang dijadikan alasan untuk
membuktikan bahwa kematian bukan kepunahan, tetapi kelahiran
dan kehidupan baru.
MENGAPA TAKUT MATI?
Di atas telah dikemukakan beberapa faktor yang
menyebabkan
seseorang merasa cemas dan takut terhadap kematian.
Di sini akan dicoba untuk melihat lebih jauh betapa sebagian
dari faktor-faktor
tersebut pada hakikatnya
bukan pada
tempatnya.
Al-Quran seperti dikemukakan
berusaha menggambarkan bahwa
hidup di akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia.
"Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu
daripada dunia"
(QS Al-Dhuha [93]: 4).
Musthafa Al-Kik menulis
dalam bukunya Baina
Alamain
bahwasanya
kematian yang dialami oleh
manusia dapat berupa
kematian mendadak seperti serangan jantung,
tabrakan, dan
sebagainya, dan dapat
juga merupakan kematian normal yang
terjadi melalui proses
menua secara perlahan.
Yang mati
mendadak maupun yang normal, kesemuanya mengalami apa yang
dinamai sakarat al-maut (sekarat) yakni
semacam hilangnya
kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad.
Dalam keadaan mati
mendadak, sakarat al-maut
itu hanya
terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa
sangat sakit karena
kematian yang dihadapinya ketika
itu
diibaratkan oleh Nabi Saw.- seperti "duri yang
berada dalam
kapas, dan yang dicabut dengan keras." Banyak ulama
tafsir
menunjuk ayat Wa nazi'at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang
mencabut nyawa dengan
keras) (QS An-Nazi'at
[79]: 1),
sebagai isyarat
kematian mendadak. Sedang
lanjutan ayat
surat
tersebut yaitu Wan
nasyithati nasytha
(malaikat-malaikat yang mencabut ruh dengan
lemah lembut)
sebagai isyarat kepada
kematian yang dialami
secara
perlahan-lahan.3
Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang dinyatakan
oleh ayat di
atas sebagai "dicabut dengan
lemah lembut,"
sama keadaannya dengan proses yang dialami
seseorang pada
saat kantuk sampai
dengan tidur. Surat Al-Zumar
(39): 42
yang dikutip sebelum
ini mendukung pandangan
yang
mempersamakan
mati dengan tidur. Dalam hadis
pun diajarkan
bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa yang
diajarkan
Rasulullah Saw. untuk
dibaca pada saat bangun
tidur adalah:
"Segala puji
bagi Allah yang menghidupkan kami
(membangunkan
dari tidur) setelah mematikan kami
(menidurkan). Dan
kepada-Nya jua kebangkitan
(kelak)."
Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar
(39): 42 sebagai berikut:
"Yang pasti
adalah tidur dan mati merupakan dua
hal dari jenis
yang sama. Hanya saja kematian
adalah putusnya
hubungan secara sempurna, sedang
tidur adalah
putusnya hubungan tidak sempurna
dilihat dari
beberapa segi."
Kalau demikian. mati
itu sendiri "lezat
dan nikmat,"
bukankah tidur itu
demikian? Tetapi tentu
saja ada
faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan kematian
lebih
lezat dari tidur atau menjadikannya amat mengerikan melebihi
ngerinya mimpi-mimpi buruk
yang dialami manusia.
Faktor-faktor
ekstern tersebut muncul dan
diakibatkan oleh
amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini
Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad menjelaskan
bahwa, "Seorang mukmin,
saat
menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat
sambil
menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya
apa yang bakal
dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih
disenanginya
kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda
halnya dengan orang
kafir yang juga
diperlihatkannya
kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak
ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada
bertemu dengan
Tuhan."
Dalam surat Fushshilat (41): 30 Allah berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa
Tuhan kami ialah
Allah, kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada
mereka (dengan
mengatakan), 'Janganlah kamu merasa
takut dan jangan
pula bersedih, serta
bergembiralah
dengan surga yang dijanjikan Allah
kepada
kamu.'"
Turunnya
malaikat tersebut menurut
banyak pakar tafsir
adalah ketika seseorang
yang sikapnya seperti digambarkan
ayat di atas sedang menghadapi kematian.
Ucapan malaikat,
"Janganlah
kamu merasa takut"
adalah untuk menenangkan
mereka menghadapi maut
dan sesudah maut,
sedang "jangan
bersedih"
adalah untuk menghilangkan
kesedihan mereka
menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan seperti
anak,
istri, harta, atau hutang.
Di sisi lain,
manusia dapat "menghibur" dirinya
dalam
menghadapi
kematian dengan jalan
selalu mengingat dan
meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorang
pun akan luput
darinya, karena "kematian adalah risiko
hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa,
"Setiap jiwa
akan merasakan kematian?" (QS Ali
'Imran [3]: 183)
"Kami tidak
menganugerahkan hidup abadi untuk
seorang
manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu
meninggal dunia
mereka akan kekal abadi? (QS
Al-Anbiya' [21]:
34)
Keyakinan akan kehadiran
maut bagi setiap
jiwa dapat
membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti
diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan,
semakin besar pengaruh
kegembiraan itu pada
jiwa;
sebaliknya,
semakin banyak yang
tertimpa atau terlibat
musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
Demikian
Al-Quran menggambarkan kematian
yang akan dialami
oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci irõi
menginformasikan
tentang kematian yang
dapat mengantar
seorang yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk
bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan. Sementara, mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya.
Bagaimana? Meski terlihat menakutkan. Sebenarnya kematian itu indah. Selama kita telah mempersiapkan yang terbaik dan selalu mematuhi-Nya.
Semangat untuk semua yang telah bekerja keras dalam aktivitas hari ini. Semoga esok hari pun kita dapat melakukan aktivitas dengan semangat dan senyuman di wajah. Sudahkan anda membuat seseorang senang hari ini? Jangan lupa ya...
huphuphaphap terima kasih telah membaca tulisan ini~ :DDD
sumber: media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian2.html
sumber: media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian2.html
No comments:
Post a Comment